Senin, 02 Maret 2015

Teori Belajar



TEORI BELAJAR

1.    Ivan Petrovich Pavlov (1849 – 1936)
Ivan Pavlov melakukan eksperimen dengan menggunkan anjing, daging, dan bel. Ia melakukan kombinasi anjing sebagai perangsang asli atau US (unconditioned stimulus) dengan bel sebagai  perangsang netral (netral stimulus), yang menjadi stimulus bersyarat, yaitu kombinasi daging dan bel atau CS (conditioning stimulus), bersamaan secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan, yaitu keluarnya air liur anjing atau CR (conditoning respons), meskipun hanya mendengar bunyi bell (Irham & Wiryani, 2013, hal. 153)
 
 
Gambar 1. Eksperimen Pavlov terhadap anjing

            Hasil eksperimen Pavlov tersebut memunculkan teori yang disebut dengan Classical Conditioning (pengkondisian klasik). Artinya, stimulus yang dapat dikondisikan dapat digunakan untuk menggantikan stimulus-stimulus alami untuk menghasilkan respon-respon yang diinginkan dan dikondisikan. Dalam proses belajar dengan tingkah laku ukuran keberhasilan melalui pengaturan dan manipulasi lingkungan (Conditioning Process). Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan.
            Menurut Iskandar (2009:113), Hukum-hukum belajar yang ditemukan adalah sebagai berikut:
a)      Law of respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b)      Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui conditioning respons itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatan akan menurun.

Menurut Woolfolk dalam Bahruddin dan Esa Nur Wahyuni (2007: 63-64), aplikasi teori belajar klasikal conditioning dari Ivan pavlov dalam pelaksanaan pembelajaran dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, sebagai berikut:
a)      Membuat kegiatan belajar seperti membaca lebih meyenangkan bagi ssiwa dengan membuat ruang membaca yang nyaman, enak dan menarik.
b)      Mendorong dan mengaktifkan siswa yang pemalu, tetapi pandai dengan cara memintanya membantu siswa lain yang tertinggal materi mengenai cara memahami dan cara mempelajari materi-materi tertentu.
c)      Membuat tahap-tahap rencana jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang, misalnya melalui kegiatan tes tau ulangan harian, mingguan dan sebagainya agar siswa lebih memahami pelajaran dengan baik.
d)     Apabila ada siswa yang malu atau minder untuk maju ke depan kelas, maka dapat dibantu melalui aktivitas-aktivitas sederhana, mulai dari membaca laporan dalam sebuah kelompok sambil duduk kemudian sambil berdiri, serta kemudian berpindah ke kelompom lain bahkah sampai pada kelompok yang lebih besar membaca di depan kelas.

 

2.    Burrhus Frederic Skiner (1904 – 1990)
Skiner melakukan percobaannya di dalam laboratorium dengan menggunakan tikus serta burung merpati yang lapar dalam sebuah kotak yang dilengkapi dengan tombol, alat pemberi makan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur dan lantai yang dapat dialiri listrik.
 
 

 Gambar 2. Eksperimen Skiner terhadap tikus

            Hasil pengamatan menunjukkan bahwa selama proses percobaan, tikus bergerak tak tentu arah, ke sana-kemari untuk keluar dari kotak dan mencari mekan. Pada suatu ketika ia menekan sebuah tombol maka keluarlah makanan. Namaun, ketika ia menekan tombol yang salah, maka lantai kota teraliri listrik sehingga ia tersengat listrik. Kemudian, dalam percobaan-percobaan selanjutya, tombol makanan akan lebih sering ditekan serta mengurangi menekan tombol lainnya, yaitu tombol listrik.  Proses ini disebut dengan shaping, yaitu pembentukan kebiasaan-kebiasaan tertentu yang didasari oleh pegalaman dalam bentuk stimulus dan respon.
Skiner menyatakan unsur terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement), artinya adalah pengetahuan yang terbentuk sebagai hasil adanya S – R akan semakin kuat jika diberi pengutan. Hukum-hukum belajar yang disampaikan oleh Skiner sebagai berikut:
a)      Law of Operant Conditioning, yang menyatakan bahwa apabila munculnya perilaku (R) diiringi atau diikuti dengan stimulus penguat maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b)      Law of Operant Conditioning Extinction, apabila timbulnya sebuah perilaku operan telah diperkuat malalui proses conditioning sebelumnya tidak diiringi stimulus penguat maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun, berkurang, bahkan menghilang.
Skiner memiliki pandangan mengenai konsep hukuman dalam proses belajar. Skiner lebih menyukai istilah negative reinforcemnet (penguatan negatif) yang jelas tidak bisa disamakan dengan hukuman. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif . 
·           Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding).
Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan dan lain-lain), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
·           Pengutan negatif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan).
Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dan lain-lain).

Menurut (Mukhtar & Iskandar, 2010) aplikasi teori Skiner dalam proses pembelajaran perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
a)      Dalam proses pembelajaran, laporan atau hasil proses belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diberi penguat.
b)      Dalam proses belajar dan pembelajaran, guru harus mengikuti irama siswa yang belajar. Dengan kata lain, pendidik tidak dapat memaksakan kehendaknya kepada siswa.
c)      Pelaksanaan proses pembelajaran ada baiknya materi-materi pelajaran disusun dan dilaksanakan menggunakan sistem modul
d)     Dalam pelaksanaan proses pembelajaran tidak menggunakan dan menerapkan hukuman. Namun demikian, pendidik berusaha mengubah lingkungan agar tidak menimbulkan perilaku siswa yang harus dihukum.
e)      Apabila tingkah laku yang diinginkan pendidik muncul, siswa dengan segera diberi hadiah sebagai bentuk penguatan.
f)       Dalam pembelajaran digunakan, shaping yaitu pembentukan pembiasaan-pembiasaan atas dasar pengalaman belajar dari rangkaian stimulus dan respons.

References:
Irham, M., & Wiryani, N. A. (2013). Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi dalam Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Iskandar. (2009). Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru. Ciputat: Gaung Persada Press.
Mukhtar, & Iskandar. (2010). Desain Pembelajaran berbasis TIK. Jakarta: Referensi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar