FILSAFAT ILMU
PERANAN FILSAFAT BAGI PROFESI GURU
OLEH
NOPRIYANI ANGLUSIA
NIM
06032681419010
PROGRAM STUDI TEKNOLGI PENDIDIKAN PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS SRIWIAJAYA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang
terdiri atas dua kata: philos (cinta) dan shopia (hikmah,
kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi).
Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat yaitu pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan
hukumnya. Filsafat disebut sebagai Mother of Science atau induk dari
segala ilmu pengetahuan.
Filsafat sendiri memiliki arti segala ilmu pengetahuan yang
dimiliki manusia, dimana filsafat dibagi menjadi dua bagian yakni filsafat
teoritis dan filsafat praktis. Filsafat teoritis yang mencakup ilmu pengetahuan
alam, ilmu eksakta dan matematika serta ilmu tentang ketuhanan dan metafisika sedangkan
filsafat praktis mencakup norma-norma, urusan rumah tangga dan sosial politik.
Filsafat merupakan sebuah proses dan bukan merupakan sebuah
produk, sebab filsafat berarti upaya manusia untuk memahami sesuatu secara
sistematis, radikal dan kritis. Jadi secara sederhana dapat dikatakan bahwa
filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh
pengetahuan secara ilmiah.
Sebagai guru mempelajari filsafat sangat diperlukan sebab
guru akan berkecimpung di dunia pendidikan dan pendidikan sangat erat kaitannya
dengan filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah
pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi
pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih
kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan
tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah
dalam makalah ini adalah Bagaimana peranan filsafat bagi
profesi guru?
C.
Tujuan
Tujuam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui peranan
filsafat bagi profesi guru.
PERANAN FILSAFAT BAGI
PROFESI GURU
A. Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas
suku kata philein/philos yang
artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan, hikmah, ilmu, kebenaran. Secara maknawi filsafat dimaknai
sebagai suatu pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala
sesuatu untuk mencapai kebenaran atau
kebijaksanaan. Untuk mencapai dan menemukan kebenaran
tersebut, masing-masing filosof memiliki karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Demikian pula kajian yang
dijadikan obyek telaahan akan berbeda selaras dengan cara pandang terhadap
hakikat segala sesuatu.
Menurut Plato (Prasetya, 1997) mengatakan bahwa
filsafat tidak lain daripada pengetahuan tentang segala yang ada. Dalam bukunya Plato menggambarkan bahwa para
filosof adalah mereka yang mencari kebenaran mutlak.
Menurut Mautner (Wiramihardja, 2006) mengatakan bahwa filsafat adalah
aktifitas intelektual yangdapat didefinisikan dalam banyak arti, tergantung apa
yang menjadi penekanan artinya, ialah pada metodenya, masalahnya atau maksud
dan tujuannya.
Dari beberapa definisi filsafat di atas dapat disimpulkan bahawa filsafat merupakan
kegiatan intelektual yang mencoba untuk memahami hakikat sesuatu untuk mencapai
kebenaran tergantung pada maknanya, metodanya atau masalahnya, atau tujuannya.
Filsafat diibaratkan sebuah pasukan mariner yang merbut
pantai untuk pendaratan pasukan infanttri. Pasukan infantri sebagai pengetahuan
yang diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi
kegaiatn keilmuan. (Suriasumantri, 2005)
B. Profesi Keguruan
Jabatan guru merupakan jabatan profesioanal. Sebagai jabatan
profesional pemegangnya harus memiliki kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan
profesioanal antara lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual,
memerlukan persiapan yang lama dalam jabatan yang berkesinambungan, merupakan
karier hidup dan mementingkan layanan serta mempunyai kode etik yang harus
dipatuhi anggotanya.
Jabatan guru belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan
itu, namun perkembangannya di tanah air menunjukkan arah untuk terpenuhinya
persyaratan tersebut. Usaaha ini sangat
tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen para guru dan organisasi yang
berhubungan dengan itu. Selain itu juga, oleh kebijaksanaan pemeritah.
Menurut (Soetjipto & Kosasi, 2009) jabatan guru
memiliki kriterianya, yaitu:
1. Jabatan
yang melibatkan kegiatan intelektual
2. Jabatan
yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu
yang khusus
3. Jabatan
yang memerlukan persiapan profesioanal yang lama
4. Jabatan
yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan
5. Jabatan
yang menjanjikan karier hidup keanggotaan yang permanen
6. Jabatan
yang mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
7. Jabatan
yang mempunyai organisasi profesioanl yang kuat dan terjalin erat.
Jabatan guru perlu mengembangkan sikap profesional. Banyak
usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap profesioanal
keguruannya dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Misalnya dalam mengikuti
pelatihan, lokakarnya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Dalam kegiatan
tersebut, tejadilah kegiatan berfikir atau kegiatan intelektual dan disinilah
filsafat berperan sehingga seorang guru dapat meningkatkan profesional
keguruannya.
C. Peranan Filsafat Bagi Profesi Guru
Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral,
asal, atau pokok. Karena filsafatlah yang mula-mula merupakan satu-satunya
usaha manusia di bidang kerohanian untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan.
Peranan Filsafat
dalam profesi guru antara lain:
1. Filsafat
dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang
digunakan para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan
menyusun teori-teori pendidikannya, di samping menggunakan metoda-metoda ilmiahnya
lainnya.
2. Filsafat
juga berfungsi memberikan arah agar dalam proses pendidikan khususnya dalam
kegiatan pembelajaran. Artinya dengan adanya arah teori-teori dan pandangan
filsafat pendidikan yang telah dikembangkan dapat diterapkan dalam praktek
kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang berkembang di
masyarakat. Di samping itu, merupakan kenyataan bahwa semua masyarakat hidup
dengan pandangan dan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya, dan dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan
hidupnya. Disinilah peran filsafat dalam engarahkan proses pendidikan yang
menyesuaikan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.
3. Filsafat
mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori
pendidikan menjadi ilmu pendidikan. Di mna suatu praktek kependidikan yang
didasarkan dan diarahkan oleh filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan
dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejala kependidikan yang tertentu pula.
Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memeberikan arti terhadap
data-data kependidikan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun
menjadi sebuah teori-teori kependidikan yang ralistis dan selanjutnya akan
berkembanglah ilmu pengetahuan.
Filsafat dalam pendidikan khususnya bagi profesi guru sebagai
suatu lapangan studi yang mengarahkan pusat perhatiannya dan memusatkan
kegiatannya pada dua fungsi tugas normatif lmiah, yaitu; kegiatan merumuskan
dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep tentang sikap hakikat manusia, serta
konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral pendidikannya.
Filsafat juga merupakan kegiatan merumuskan sistema atau
teori pendidikan yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau
organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola
akulturasi dan peranan pendidikan dalam pengembangan masyarakat dan Negara.
Filsafat memberikan gambaran
bagaimana pengetahuan memberikan kesadaran kepada manusia tentang kenayataan
yang diberikan oleh filsafat dapat diikuti contoh berikut ini:
Ada seorang guru yang mempunyai
kesadaran diri untuk meningkatkan dan mendapatkan pemahaman yang ada dalam
kehidupan nyata, misalnya bagaimana pengetahuan tersebut diperolehnya dan
bagaimana bentuk dari pengetahuan yang telah dikuasainya itu, maka filssafatlah
yang membantu guru tersebut untuk menjawabnya. Karena memang di dalam abad ini
masalah pengetahuan pusat permasalahan di dalam agenda dari seorang ahli
filsafat. Guru dan pemikir tadi menyatakan pendapatnya dengan dukungan yang persuasif ialah apa yang
dikehaui ialah apa saja yang kita buktikan. Apakah kita pernah membantah bahwa
hari cerah dan tidak ada mendung bila kita dan orang lain melihat sinar
matahari? Apakah sinar matahari telah tertangkap oleh mata kita? Dan apakah
kita akan membantah bahwa api itu panas setelah kita memasukkan jari kita ke
tempat api dan segera menariknya karena api
itu melukai jari kita. Jika kita memikirkan semua itu, maka akan
memperoleh seperangkat pengetahuan dan pengalaman empiris.
Pengetahuan yang berguna tidak
senantiasa langsung diperoleh, tetapi dapat juga secara tidak langsung yang
merupakan pengertian eksistensi yang diambil secara empiris. Dengan membatasi
pengetahuan pada pengalaman empiris saja berarti mengabaikan sekian banyak yang kita rasa telah diketahui.
Kita hanya merasa memiliki perasaan uang semacam intuisi, meskipun kita tidak
dapat membuktinkannya. Dan kita menjadikan perasaan tersebut sebagai suatu
dasar untuk sikap atau keputusan.
Dari uraian tadi dapat disimpulkan
bahwa kedudukan filsafat bagi seorang guru
adalah memberikan pengertian dan kesadaran kepada pendidik atau guru
akan arti pengetahuan tentang kenyataan yang diberikan oleh filsafat. Berdasarkan
dasar-dasar hasil kenyataan itu, maka filsafat memberikan pedoman kepada
pendidik khusunya guru. Pedoman itu mengenai suatu yang terdapat disekitar
lingkungan pendidikan. Dengan akal, filsafat memberikan pedoman pendidik
berfikir guna memperoleh pengetahuan. Dengan kehendak, dan rasa, maka filsafat
memberikan pedoman tentang kesusilaan mengenai baik dan buruk.
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan
pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang
mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru
hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua
penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang
tugasnya, seorang guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian
serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain.
Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang
guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan
kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih
operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua
keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka
penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu
dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan (tugas professional, pemanusiaan
dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya dalm perspektif yang lebih luas
dari pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus, lebih-lebih
yang dicekik dengan batasan-batasan behavioral secara berlebihan.
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia
kita belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini
tidak mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk
menyusunnya. Bahkan salahsatu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan
sebagimaana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum
berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan pembaharuan
pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan
bangunan dasarnya.
Hal diatas itu dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh
anggapan bahwa belum ada diantara kita yang memikirkan masalah pendidikan
guru itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan orang tetapi
praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagi bersifat fragmentaris, tidak
menyeluruh. Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang (atau, lebih
cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek terutama yang
diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang menyarankan
perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada
yang menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula
yang memusatkan perhatian kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga
bisa bersaing dengan jabtan-jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua
saran-saran tersebut diatas memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara
partial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau seluruhnya,
belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan
yang efektif.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang
produktif adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai didalam merancang serta
mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang
lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan didalam konteks pendidikan
(tugas professional, kemanusiaan dan civic). Rambu-rambu yang dimaksud disusun
dengan mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tiga sumber yaitu:
pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian ilmiah, analisis
tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu yang
dimaksud yang mencerminkan hasil telaahan interpretif, normative dan kritis
itu, seperti telah diutarakan didalam bagian uraian dimuka, dirumuskan kedalam
perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi
perancang serta implementasi program yang dimaksud. Dengan demikian, perangkat
rambu-rambu yang dimaksud merupakan batu ujian didalam menilai perancang dan
implementasi program, maupun didalam “mempertahankan” program dari
penyimpngan-penyimpangan pelaksanaan ataupun dari serangan-serangan konseptual.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Filsafat
merupakan kegiatan intelektual yang mencoba untuk memahami hakikat sesuatu
untuk mencapai kebenaran tergantung pada maknanya, metodanya atau masalahnya,
atau tujuannya.
2. Peranan
filsafat bagi profesi guru anatara lain, filsafat membagntu para guru dalam
memecahkan problematika pendidikan dan memberikan arah dalam mengembangkan
proses pendidikan dan memeberikan petunjuk dalam menyusun sebuah ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Prasetya. (1997). Filsafat Pendidikan. Bandung:
Pustaka Setia.
Soetjipto, & Kosasi, R. (2009). Profesi Keguruan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Suriasumantri, Y. S. (2005). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta: Sinar Harapan.
Wiramihardja, S. A. (2006). Pengantar Filsafat. Bandung: Refika
Aditama.