Yeeeeeeaaaa....
Mengajar di daerah 3T terpencil, tertinggal dan teredepan bukan berarti gak bisa berkreasi dongggg....
Persiapkan kertas dengan gambar kupu-kupu warnai lalu tempel dengan kardus.
So......jadi dah.
SDN Lubuk Kumbung Kabuapaten Musi Rawas Utara Sumatera Selatan
#Gurugarisdepanhebat
Anglusia World
Sabtu, 30 Maret 2019
Team Work Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis di Daerah 3T
Pendidikan
merupakan proses menumbuhkembangkan kemampuan/keterampilan dan perilaku manusia
melalui proses belajar mengajar (Danajarti, 2014). Proses itulah yang
memiliki serangkaian pengetahuan dan pengalaman, serangkaian itulah yang
disesbut dengan ilmu.
Pendidikan
pada abad 21 menekankan pada empat keterampilan yaitu berpikir kritis, kreatif,
kolaboartif dan komunikasi. Untuk itu peran guru adalah mengembangkannya
(Bayindir & Inan, 2008). Mengembangkan keterampilan tersebut dapat
dilakukan melalui proses pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna sehingga
peserta didik memperoleh keterampilan tersebut.
Guru
yang berkualitas adalah guru yang memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Dalam melaksanakan
kompetensi pedagogik, guru dituntut memiliki kemampuan dalam hal perancangan
dan pelaksanaan pembelajaran, termasuk di dalamnya penguasaan dalam penggunaan
media dan memilih pendekatan pembelajaran.
Proses pembelajaran yang menerapkan kerja sama dapat
membantu mengembangkan kemampuan berpikir
kritis, dimana peserta didik dapat berpikir secara reflektif yang berfokus pada
pengambilan keputusan mengenai apa yang diyakini dan harus dilakukan
selanjutnya (Ennis, 2011). Hal ini
sejalan dengan apa yang terjadi di lapangan tepatnya di Kelas VI SD Negeri
Lubuk Kumbung yang merupakan sekolah dasar yang terletak di daerah 3T
(tertinggal, terluar dan terdepan).
SD Negeri Lubuk Kumbung sendiri merupakan daerah yang bisa dikatakan daerah
tertinggal. Karena pada abad 21 saat ini, desa ini belum memiliki fasilitas
listrik dan juga jaringan seluler. Hal ini disebabkan masih tingginya
kriminalitas dan dan letak desa tersbut diantara perbukitan. SD ini sendiri
terletak tepatnya di Provinisi Sumatera Selatan Kabupaten Musi Rawas Utara.
Penerapan pembelajaran yang kooperatif menjadi salah satu alternatif yang
dapat dipilih pendidik untuk mengembangkan salah satu keterampilan di abad 21
ini yaitu critical thingking
(berpikir kritis). Dengan semua keterbatasan fasilitas yang ada, pendidik tetap
mampu mengambangkan kemampuan yang handaknya dimiliki peserta didik di abad 21
ini yaitu kerja sama dan berpikir kritis.
Pembelajaran
yang mewajibkan peserta didik mengembangkan langkah khusus dengan memanipulasi
pengetahuan yang didapat yang menghasilkan pengetahuan yang baru disebut dengan
kemampuan berpikir tingkat tinggi atau High
Order thinking Skill (HOTS) (Pratiwi dan Fasha, 2003). Pengetahuan ini
dapat muncul jika peserta didik dapat menghubungkan berbagai pengetahuan yang
telah diketahuinya sebelumnya dengan pengetahuan yang diperolehnya dan pada
akhirnya peserta didikdapat memperoleh kesimpulan.
Beberapa
komponen yang menunjukkan kemampuan berpikir kritis yaitu, memberikan
klarifikasi dasar terkait permasalahan, mengumpulkan informasi dasar,
memberikan pendapat dan kesimpulan awal, memebuat klarifikasi lebih lanjut dan
menarik kesimpulan terbaik (Ennis, 2011). Seperti yang dilakukan peserta didik
di SD Negeri Lubuk Kumbung pada pemebelajaran Gaya dan Gerak. Peserta didik di
dalam kelompok membuat traktor pegas.
Gambar 1. Team
work Membuat
Traktor Pegas
Peserta
didik mampu menentukan cara yang tepat, peserta didik pun tidak asal menjawab
sehingga mampu menyelesaikan permasalahan, peserta didik mampu memberikan
gagasan dalam kelompoknya dan selanjutnya peserta didik memiliki kepercayaan
diri untuk menyelesaikan permasalahan dan menuntun ke solusi yang diharapkan.
Pembelajaran
yang diterapkan di SD Negeri Lubuk Kumbung dilakukan secara tematik, artinya
pembelajaran itu sendiri merupakan pembelajaran yang terpadu
Pembelajaran yang mengaitkan
dengan beberapa bidang study, yang terintegrasi menjadi sebuah tema. Pembelajaran
tematik didasarkan pada teori bahwa anak-anak usia sekolah dasar masih berfikir
segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) dan tingkat berfikir mereka
dimulai dengan tahap berfikir nyata atau konkret. Menurut Piaget anak pada usia
SD/MI (7-11 tahun) berada pada tahapan operasional konkret, dimana anak sudah
bisa bernalar secara logis tentang kejadian-kejadian konkret dan mampu
mengklarifikasi objek ke dalam kelompok yang berbeda-beda (Prastowo, 2014).
Pada tahapan berpikir
konkrit ini lah maka guru perlunya melakukan proses pembelajaran yang dapat
mengembangkan kemampuan komunikasi, kerja sama dan tentunya berpikir kritis
peserta didik. Dengan mencoba langsung dan bekerja sama disinilah berpikir
kritis peserta didik dapat berkembang.
Kemampuan berpikir kritis itu sendiri dapat dilakukan
peserta didik dengan beberapa cara yaitu peserta didik menentukan cara yang
tepat dalam menyimpulkan, peserta didikmampu menyelesaikan masalah, memberikan
gagasan dalam kelompok, dan tentunya dalam penilaian harus dilakukan dengan
objectif. Misalnya dalam kelompok yang diterapkan di kelas VI SD Negeri Lubuk
Kumbung, peserta didik diberikan sebuah permasalahan untuk membuat traktor
pegas hanya berdasarkan gambar dan LKS. Peserta didik berkomunikasi dan memberikan
ide di dalam kelompoknya.
Setelah hasil traktor pegas yang dibuat di dalam
kelompoknya peserta didik mempresentasikan atau mengkomunikasikani kerja di
dalam kelompoknya. Menjelaskan kekurangan dan kelebihan dari traktor pegas
kelompok mereka masing-masing. Sehingga dua bidang studi IPA dan Bahasa
Indonesia telah dicapai peserta didik dalam satu proses pembelajaran.
Pendapat
yang dapat membantu kerucut pengalaman Edgar Dale yang memandang
bahwa nilai pengalaman belajar didasarkan pada
nilai media pembelajaran. Artinya jenis media pembelajaran menentukan
nilai pengalaman belajar. Hal ini sangat jelas dimana nilai pengalaman belajar
didapat 10% dari apa yang siswa baca, 20% dari apa yang siswa dengar, 30% dari
apa yang siswa lihat, 50% dari apa yang siswa lihat dan dengar, 70% dari apa
yang siswa katakan, dan 90% dari apa yang siswa katakan dan lakukan (Peter Shea
dalam Munir, 2008). Ternyata pembelajaran dengan penuturan kata-kata mempunyai
nilai yang sangat rendah dalam alur pengalaman belajar siswa. Oleh karena itu,
agar pembelajaran dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih berarti bagi
siswa, perlunya pemahaman guru dalam penerapan team work dan mencoba langsung untuk
mengembangkan berpikir kritis peseta didik.
Dengan
semua keterbatasan fasilitas dan keadaan di daerah 3T peserta didik yang berada
di desa tentunya dapat memiliki pengalaman belajar yang sama dengan peseta
didik di kota. Disinilah pentingnya pemahaman pendidik/guru dalam mengembangkan
keterampilan peserta didik di abad 21. Guru dapat mengeksplore apa yang dimiliki
oleh peserta didik mulai dari pengetahuan, keterampilan dan bahkan sikapnya.
Di dalam
kelompok, peserta didik dapat terlihat dengan jelas tingkah lakunya. Misalnya
ada yang diam karena malu, ada yang berbicara terus-menerus dan ada yang
menggangu temannya. Untuk itulah di dalam kelompok kecil peserta didik dapat
dikelompokkan dengan heterogen sehingga temannya yang memiliki kemampuan yang
lebih dapat membantu dan mengayomi temannya yang lain. Disinilah terlihat
kemampuan memimpin dan berkomunikasi peserta didik berkembang.
Keterampilan
berbikir kritis sendiri memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dalam
proses student center (berpusat pada
siswa). Pembelajaran yang menggunakan pemikiran reflektif dan produktif dalam
membahas suatu permasalahan. Berpikir kritis jua merupakan proses yang
berfungsi mulai dari mengidentifikasi masalah sampaipada menemukan solusi dari
masalah tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Nuraisah (2015) yang
menyatakan bahwa berpkir ktiris menghasilkan keputusan atau pertimbangan yang
diolah dengan logis dalam memecahkan suatu permasalahan.
Beberpa
langkah yang dapat dilakukan guru dalam proses pembelajaran yaitu, memberikan
aprsesiasi terhadap pendapat atau gagasan yang diberikan peserta didik,
menganggap pemikiran siswa adalah sesuatu yang baru, memahami siswa dengan gaya
berpikir siswa, menuntun siswa untuk mengevaluasi kembali jawaban dengan
melalukan penyelidikan dan membangun kecerdasan siswa dengan memberikan sesuatu
yang membuat siswa penasran terhadap suatu hal. Hal lain yang harus dilakukan
guru adalah guru harus mencontohkan kepada siswa yaitu dengan menjadi pemikir
yang aktif, positif, kritis, dan rasa ingin tahu yang tinggi.
Di mana
pun siswa berada, siswa harus dikembangkan berpikir kritisnya. Dengan salah
satu caranya team work di dalam
proses pembelajaran. Hal inilah yang dapat membantu guru dalam mengembangkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik. Yang merupakan salah satu tuntutan di
abad 21 yaitu 4C (critical thinking,
creative, colaborative and communication). Selain meningkatnya keterampilan
tersebut, tentunya pada akhir meningkatnya motivasi dan hasil belajar peserta
didik itu sendiri. Peserta didik tentunya dapat menyelesaikan soal-soal HOTS
dalam evaluasi pembelajaran dimanapun peserta didik berada walaupun dengan
keterbatasan fasilitas seperti di daerah 3T.
Selasa, 03 Maret 2015
SOAL LATIHAN SD KELAS 3
ULANGAN
TENGAH SEMESTER (UTS) GANJIL
SD
PATRA MANDIRI 2 PALEMBANG
2014/2015
MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA
KELAS/SEMESTER : III (TIGA)/ 1 (SATU)
Bacalah
bacaan di bawah ini dengan teliti!
Budi, Dina dan Ibu akan
menjempu ayah di bandara pagi ini. Mereka tiga kali naik kendaraan umum sampai
di bandara. Mereka naik angkot, naik kereta dan naik bus. Budi senang naik
angkot. Ia senang melihat kota di waktu pagi, taman jalanan dan kota masih sepi.
Dina senang naik
kereta. Ia senang melihat pohon, rumah dan tiang listrik sepanjang perjalanan.
Mereka turun dari kereta, mereka naik bus sampai di bandara. Mereka melihat
pesawat boing, pesawat fokker dan
pesawat CN235 di bandara. Pesawat ayah tiba tak lama kemudian. Budi dan Dina
memeluk ayah.
Isilah
titik-titik di bawah ini dengan benar!
1.
Budi, Dina dan Ibu
pergi ke bandara menjemput ayah. Ayah pulang naik ….
2.
Budi, Dina dan Ibu naik
bus dari ….
3.
Mereka di bandara
melihat pesawat fokker. Yang menjalankan pesawat itu adalah ….
4.
Yang menjalankan bus
disebut ….
5.
Mereka naik kereta api
dari ….
6.
… yang dijemput oleh Budi, Dina dan Ibu?
7.
Jaket yang dipakai
kakak sangat tebal. Lawan kata tebal adalah ….
8.
… jumlah anak ayam itu?
9.
Kucing, kuda, anjing
tergolong hewan berkaki empat.
Persamaan hewan adalah ….
10.
Selain menulis nama,
huruf kapital juga berguna untuk menulis ….
11.
ibu pergi ke toko budi.
Penulisan kalimat yang benar adalah ….
12.
Kerbau mempunyai
tanduk. Tanduk itu biasanya terletak di bagian ….
13.
Pemeran tokoh berhati
baik disebut ….
14.
Asap kendaraan bermotor
dapat menimbulkan ….
15.
Dongeng yang tokohnya
binatang disebut ….
II. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan
benar!
1. Sebutkan
3 penyebab pencemaran udara!
2. Sebutkan
kata tanya menanyakan jumlah dan nama orang!
3. Apa
yang disebut dengan hibernasi?
4. Apa
yang disebut dengan antagonis?
5. Sebutkan
2 langkah untuk membuat paragraf!
6. Apa
yang disebut dengan latar cerita?
7. Apa
lawan kata dari kata pendek?
8. Dari manakah ayah berangkat, kalau ayah pergi
naik pesawat?
9. Disebut
jenis sampah apakah, jenis sampah basah dan tidak dapat didaur ulang?
10. Apa
kegunaan garam selain sebagai bumbu dapur?
Senin, 02 Maret 2015
Teori Belajar
TEORI
BELAJAR
1.
Ivan
Petrovich Pavlov (1849 – 1936)
Ivan Pavlov melakukan
eksperimen dengan menggunkan anjing, daging, dan bel. Ia melakukan kombinasi
anjing sebagai perangsang asli atau US (unconditioned
stimulus) dengan bel sebagai
perangsang netral (netral stimulus),
yang menjadi stimulus bersyarat, yaitu kombinasi daging dan bel atau CS (conditioning stimulus), bersamaan secara
berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan, yaitu keluarnya air
liur anjing atau CR (conditoning respons),
meskipun hanya mendengar bunyi bell (Irham &
Wiryani, 2013, hal. 153)
Gambar
1. Eksperimen Pavlov terhadap anjing
Hasil
eksperimen Pavlov tersebut memunculkan teori yang disebut dengan Classical Conditioning (pengkondisian
klasik). Artinya, stimulus yang dapat dikondisikan dapat digunakan untuk
menggantikan stimulus-stimulus alami untuk menghasilkan respon-respon yang
diinginkan dan dikondisikan. Dalam proses belajar dengan tingkah laku ukuran
keberhasilan melalui pengaturan dan manipulasi lingkungan (Conditioning Process). Yang terpenting dalam belajar menurut teori
ini adalah adanya latihan dan pengulangan.
Menurut
Iskandar (2009:113), Hukum-hukum belajar
yang ditemukan adalah sebagai berikut:
a)
Law
of respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang
dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah
satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
b)
Law of Respondent Extinction yakni hukum
pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui conditioning respons itu didatangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatan akan menurun.
Menurut Woolfolk dalam
Bahruddin dan Esa Nur Wahyuni (2007: 63-64), aplikasi teori belajar klasikal
conditioning dari Ivan pavlov dalam pelaksanaan pembelajaran dapat dilakukan
dalam beberapa bentuk, sebagai berikut:
a) Membuat
kegiatan belajar seperti membaca lebih meyenangkan bagi ssiwa dengan membuat
ruang membaca yang nyaman, enak dan menarik.
b) Mendorong
dan mengaktifkan siswa yang pemalu, tetapi pandai dengan cara memintanya
membantu siswa lain yang tertinggal materi mengenai cara memahami dan cara
mempelajari materi-materi tertentu.
c) Membuat
tahap-tahap rencana jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang,
misalnya melalui kegiatan tes tau ulangan harian, mingguan dan sebagainya agar
siswa lebih memahami pelajaran dengan baik.
d) Apabila
ada siswa yang malu atau minder untuk maju ke depan kelas, maka dapat dibantu
melalui aktivitas-aktivitas sederhana, mulai dari membaca laporan dalam sebuah
kelompok sambil duduk kemudian sambil berdiri, serta kemudian berpindah ke
kelompom lain bahkah sampai pada kelompok yang lebih besar membaca di depan
kelas.
2.
Burrhus
Frederic Skiner (1904 – 1990)
Skiner
melakukan percobaannya di dalam laboratorium dengan menggunakan tikus serta
burung merpati yang lapar dalam sebuah kotak yang dilengkapi dengan tombol,
alat pemberi makan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur dan lantai yang
dapat dialiri listrik.
Gambar 2.
Eksperimen Skiner terhadap tikus
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
selama proses percobaan, tikus bergerak tak tentu arah, ke sana-kemari untuk
keluar dari kotak dan mencari mekan. Pada suatu ketika ia menekan sebuah tombol
maka keluarlah makanan. Namaun, ketika ia menekan tombol yang salah, maka
lantai kota teraliri listrik sehingga ia tersengat listrik. Kemudian, dalam
percobaan-percobaan selanjutya, tombol makanan akan lebih sering ditekan serta
mengurangi menekan tombol lainnya, yaitu tombol listrik. Proses ini disebut dengan shaping, yaitu pembentukan
kebiasaan-kebiasaan tertentu yang didasari oleh pegalaman dalam bentuk stimulus
dan respon.
Skiner menyatakan unsur terpenting
dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement), artinya adalah
pengetahuan yang terbentuk sebagai hasil adanya S – R akan semakin kuat jika
diberi pengutan. Hukum-hukum belajar yang disampaikan oleh Skiner sebagai
berikut:
a)
Law of Operant Conditioning, yang menyatakan bahwa
apabila munculnya perilaku (R) diiringi atau diikuti dengan stimulus penguat
maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b)
Law of Operant Conditioning Extinction, apabila
timbulnya sebuah perilaku operan telah diperkuat malalui proses conditioning
sebelumnya tidak diiringi stimulus penguat maka kekuatan perilaku tersebut akan
menurun, berkurang, bahkan menghilang.
Skiner memiliki pandangan mengenai
konsep hukuman dalam proses belajar. Skiner lebih menyukai istilah negative
reinforcemnet (penguatan negatif) yang jelas tidak bisa disamakan dengan
hukuman. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif .
·
Penguatan
positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons
meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding).
Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah
(permen, kado, makanan dan lain-lain), perilaku (senyum, menganggukkan kepala
untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan
(nilai A, Juara 1 dsb).
·
Pengutan negatif
adalah penguatan
berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan
penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan).
Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain:
menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan
perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dan lain-lain).
Menurut (Mukhtar & Iskandar, 2010) aplikasi teori Skiner
dalam proses pembelajaran perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
a)
Dalam proses pembelajaran, laporan atau hasil proses
belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika
benar diberi penguat.
b)
Dalam proses belajar dan pembelajaran, guru harus
mengikuti irama siswa yang belajar. Dengan kata lain, pendidik tidak dapat
memaksakan kehendaknya kepada siswa.
c)
Pelaksanaan proses pembelajaran ada baiknya materi-materi
pelajaran disusun dan dilaksanakan menggunakan sistem modul
d)
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran tidak
menggunakan dan menerapkan hukuman. Namun demikian, pendidik berusaha mengubah
lingkungan agar tidak menimbulkan perilaku siswa yang harus dihukum.
e)
Apabila tingkah laku yang diinginkan pendidik muncul,
siswa dengan segera diberi hadiah sebagai bentuk penguatan.
f)
Dalam pembelajaran digunakan, shaping yaitu
pembentukan pembiasaan-pembiasaan atas dasar pengalaman belajar dari rangkaian
stimulus dan respons.
References:
Irham, M., & Wiryani, N. A. (2013). Psikologi
Pendidikan Teori dan Aplikasi dalam Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Iskandar. (2009). Psikologi
Pendidikan Sebuah Orientasi Baru. Ciputat: Gaung Persada Press.
Mukhtar, &
Iskandar. (2010). Desain Pembelajaran berbasis TIK. Jakarta: Referensi.
Langganan:
Postingan (Atom)